Tarikh al-Tasyri’ al-Islam


Tarikh al-Tasyri’ al-Islam

A. Pengertian Tarikh al-Tasyri’ al-Islam

Tarikh al-tasyri’ menurut Muhammad Ali al-sayis adalah :

“Ilmu yang membahas keadaan hukum Islam pada masa kerasulan (Rasulullah SAW masih hidup) dan sesudahnya dengan periodisasi munculnya hukum serta hal-hal yang berkaitan dengannya, (membahas) keadaan fuqaha dan mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum tersebut”.[1]

Tasyri’ adalah bermakna legislation, enactment of law, artinya penetapan undang-undang dalam agama Islam.[2]

B. Pengertian Syari’ah

Syariat secara bahasa berarti al-utbah ( lekuk liku lembah ), maurid al- ma’i (tempat minum/mencari air) dan jalan yang lurus, sebagaiman firman Allah SWT dalam surat al-Jatsiah ayat 18.

Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)

Juga firman Allah SWT dalam surat al-Syura ayat 13

Dia Telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan- Nya kepada Nuh

………

Dan firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 48

….untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang….

Syari’ah adalah “law statute” artinya hukum yang telah ditetapkan dalam agama Islam.[3]

Syariat menurut fuqaha berarti hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui rasul untuk hamba-Nya agar mereka mentaati hukum ini atas dasar iman, baik yang berkaitan dengan aqidah, amaliah atau disebut ibadah dan muamalah atau yang berkaitan dengan akhlak.[4]

Menurut Muhammad Ali al-Tahanuwi, syariat adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul, baik hukum yang berhubungan dengan amaliah atau aqidah. Syariat disebut juga din dan millah.

C. Pengertian Fiqh

Fiqh adalah knowledge, understanding artinya pengetahuan atau pengertian tentang hukum-hukum Islam yang telah ada.[5]

Untuk dapat membedakan perbedaan antara syariat dengan fiqh maka berikut ini akan dikemukakan pendapat para ulama tentang masalah tersebut diatas.

Fiqh menurut al-Jurjani ialah hukum-hukum syara’ yang menyangkut amaliah dengan dalil-dalil yang rinci atau tafshili. Fiqh adalah suatu ilmu yang disusun melalui analogis atau ijtihad yang memerlukan penalaran, pengkajian dan perenungan.

Fiqh menurut Muhammad Sallam Madkur, semula mempunyai ruang lingkup yang sama dengan pengertian syari’at, meliputi hukum, aqidah, amaliah dan akhlak. Kemudian setelah wilayah Islam makin luas dan semakin banyak pula jumlah pemeluknya dari berbagai bangsa, timbul masalah-masalah yang memerlukan fatwa hukumnya, maka istilah fiqh dipakai khusus untuk suatu cabang ilmu dari ilmu syari’at. Yakni ilmu yang membahas hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amaliyah saja yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Fiqh pada masa awal Islam mencakup pemahaman seluruh ajaran Islam secara umum. Dalam hal ini fiqh identik dengan syari’ah dalam arti umum, karena mencakup semua hukum-hukum agama baik yang berhubungan dengan aqidah, ibadah dan akhlak. Semuanya disebut fiqh tanpa ada perbedaan. Hal ini nampak jelas dari firman Allah SWT :

…. Hendakkalah tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama….

D. Perbedaan Syari’ah dan Fiqh

Sebagian ulama ada yang membedakan secara dikotomi antara syariah dan fiqh. Syariah hanya terbatas pada hal-hal yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah saja. Sedangkan fiqh merupakan hasil ijtihad / produk pemikiran para fuqaha yang menetapkan hukum berdasarkan dalilnya. Mereka menghilangkan sifat sakral ( dari hasil ijtihad fuqaha ). Perbedaan ini akan berakibat pada penghapusan fiqh secara menyeluruh dan melepaskan kendali hawa nafsu untuk menetapkan hukum.

Syariat dan fiqh tidak dapat dibedakan secara dikotomi karena keduanya identik. Syariah dalam arti umum identik dengan agama dan artinya yang khusus identik dengan fiqh. Syariah bagaikan klise sedangkan fiqh bagaikan pas photonya karena hukum sebagian diambil dari fiqh dan sebagian besar secara global diambil dari al-Qur’an dan diperjelas sebagian oleh hadis Nabi SAW secara lansung, dan sebagian adalah hasil pemahaman produk pemikiran fuqaha melalui ijtihad dengan menggunakan dalil dzanny.

Syariah dalam arti umum identik dengan agama (al-din), yakni semua peraturan Allah untuk memperoleh kemaslahatan hamba-Nya baik sebagai ajaran pokok (aqidah) atau disebut i’tiqadiah ataupun sebagai khuluqiyah dan muamalah yaitu mencakup semua aspek kehidupan, untuk mewujudkan kebahagian hamba-Nya di dunia dan akhirat nanti. Syariat dalam arti sempit identik dengan fiqh yang berkaitan dengan hukum-hukum Allah.

T.M Hasbi Ash Shiddieqy menyarankan agar istilah syariat dan fiqh dikembalikan kepada pengertiannya yang semula, yaitu keduanya mencakupaqidah, akhlak dan ahkam. Ia menyarankan pula untuk mencari istilah yang khas untuk hukum yang bersifat amaliyah.

E. Prinsip-prinsip Hukum Islam

Ada beberpa prinsip-prinsip hukum Islam yang perlu diketahui dan dilaksanakan diantaranya sebagai berikut :

1. Tauhid

2. Berkomunikasi langsung

3. Menghargai fungsi akal

4. Menyempurnakan Aqidah / Iman

5. Menjadikan Kewajiban untuk Membersihkan Jiwa

6. Memperhatikan Kepentingan Agama dan Dunia

7. Amar ma’ruf Nahi Munkar

8. Musyawarah

9. Toleransi

F. Macam-macam Tasyri’

Secara umum tasyri’ dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilihat dari sudut sumbernya dan dari sudut kekuatannya.[6]

Tasyri’ dilihat dari sudut sumbernya dibentuk pada periode Rasulullah SAW yaitu al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan tasyri’ kedua yang dilihat dari kekuatan dan kandungannya mencakup ijtihad sahabat, tabi’in dan ulama sesudahnya. Tasyri’ tipe kedua ini dalam pandangan Umar Sulaiman al-Asyqar dapat dibedakan menjadi dua bidang. Pertama bidang ibadah dan kedua bidang muamalat.

Dalam bidang ibadah, fiqh dibagi menjadi beberapa topik, yaitu :

a. Thaharah

b. Shalat

c .Zakat

d. Puasa

e. I’tikaf

f. Jenazah

g. Haji, umrah, sumpah, nadzar, jihad, makanan, minuman, kurban dan sembelihan.

Bidang muamalat dibagi menjadi beberapa topik yaitu perkawinan dan perceraian, uqubat (hudud, qishash, dan ta’zir), jual beli, bagi hasil (qiradl), gadai, musaqah, muzara’ah, upah, sewa, memindahkan utang (hiwalah), syuf’ah, wakalah, pinjam meminjam (‘ariyah), barang titipan, ghashb, luqthah (barang temuan), jaminan (kafalah), seyembara (fi’alah), perseroan (syirkah), peradilan, waqaf, hibah, penahanan dan pemeliharaan (al-hajr), washiat dan faraid (pembagian harta warisan).

Akan tetapi ulama Hanafiah seperti Ibnu Abidin berbeda pendapat dalam pembagian fiqh. Dia membagi fiqh menjadi tiga bagian yaitu ibadah, muamalat dan uqubat.

Cakupan fiqh ibadah dalam pandangan mereka shalat, zakat, puasa, haji dan jihad. Cakupan fiqh muamalat adalah pertukaran harta seperti jual beli, titipan, pinjam meminjam, perkawinan, mukhasamah (gugatan), saksi, hakim dan peradilan.Sedangkan cakupan fiqh uqubat dalam pandangan ulama Hanafiah adalah qishash, sanksi pencurian, sanksi zina, sanksi menuduh zina dan sanksi murtad.

Ulama syafi’iyah berbeda pendapat dengan mereka. Fiqh dibedakan menjadi empat yaitu fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat ukhrawi (ibadah), fiqh yang berhubungan dengan kegiatan yang bersifat duniawi (muamalat), fiqh yang berhubungan dengan masalah keluarga (munakahat) dan fiqh yang berhubungan penyelenggaraan ketertiban negara (uqubat).

G. Periodisasi Sejarah Hukum Islam

Sejarah merupakan salah satu cara untuk mengetahui peristiwa yang telah lalu dengan mempelajari secara kronologis. Untuk mengetahui sejarah hukum Islam Khususnya masalah periodisasi sejarah hukum Islam. Para ahli sejarah (muarrikhin) berbeda pendapat.

Di antara para ahli sejarah hukum Islam ada yang menyebutkan enam periodisasi misalnya pendapat Khudhari Byk, yaitu :

1. Hukum Islam zaman Rasullah SAW

2. Hukum Islam zaman sahabat besar

3. Hukum Islam zaman sahabat kecil

4. Hukum Islam zaman fikih menjadi ilmu yang berdiri sendiri

5. Hukum Islam zaman perdebatan untuk membela imam masing-masing

6. Hukum islam zaman taklid

Menurut Abdul Wahab Khallaf ada empat periode yaitu :

1. Hukum Islam zaman Rasulullah SAW

2. Hukum Islam zaman sahabat

3. Hukum Islam zaman imam pendiri mazhab

4. Hukum Islam zaman stasis (jumud)

Menurut Sa’id al-Khinn berpendapat bahwa periodesasi hukum Islam adalah sebagai berikut :

1. Hukum Islam zaman Rasul

2. Hukum Islam zaman sahabat

3. Hukum Islam zaman tabi’in

4. Hukum Islam zaman taklid

5. Hukum Islam zaman sekarang

Menurut umar sualiman al-Asyqar sebagai berikut :

1. Hukum Islam zaman Rasul

2. Hukum Islam zaman sahabat

3. Hukum Islam zaman tabi’in

4. Hukum Islam zaman pendiri mazhab

5. Hukum Islam zaman statis

6. Hukum Islam zaman sekarang

Menurut T.M Hasbi al- Shiddiqi yaitu :

1. Hukum Islam zaman pertumbuhan

2. Hukum Islam zaman sahabat dan tabi’in

3. Hukum Islam zaman kesempurnaan

4. Hukum Islam zaman kemunduran

5. Hukum Islam zaman kebangkitan

Menurut Subhi Mahmashshani, dosen sistem Hukum arab pada universitas Amerika Beirut, menetapkan periodisasi hukum Islam sebagai berikut :

1. Hukum Islam zaman Nabi Muhammad SAW

2. Hukum Islam zaman al-Khulafa al-Rasyidun dan Umawiyun

3. Hukum Islam zaman kemunduran dan taklid

4. Hukum Islam zaman kebangkitan

Menurut Fathi Utsman adalah sebagai berikut :

1. Hukum Islam zaman Nabi SAW

2. Hukum Islam zaman Khullafa Rasydin sampai penyusunan kitab-kitab fiqh

3. Hukum Islam zaman penyusunan kitab-kitab fiqh hingga sekarang

H. Kegunaan Mempelajari Sejarah Hukum Islam

Untuk mengetahui kegunaan mempelajari sejarah hukum Islam, harus diketahui terlebih dahulu latar belakang munculnya suatu hukum baik yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunah maupun tidak. Kalau tidak, maka akan melahirkan pemahaman hukum yang cenderung ekstrim bahkan mengarah pada merasa benar sendiri. Oleh karena itu memahami hukum Islam dengan mengetahui latar belakang pembentukan hukumnya menjadi sangat penting agar tidak salah dalam memahami hukum Islam itu.

Misalnya fiqh adalah hasil produk pemikiran ulama baik secara individu maupun kolektif. Oleh karena itu mempelajari perkembangan fiqh berarti mempelajari pemikiran ulama yang telah melakukan ijtihad dengan segala kemampuan yang memilikinya.

Dengan demikian mempelajari sejarah hukum Islam berarti melakukan langkah awal dalam mengkonstruksikan pemikiran ulama klasik dan langkahlangkahijtihadnya untuk diimplementasikan sehingga kemaslahatan manusia senantiasa terpelihara.

Di antara kegunaan mempelajari sejarah hukum Islam adalah agar dapat melahirkan sikap hidup toleran dan untuk mewarisi pemikiran ulama klasik dan langkah-langkah ijtihadnya agar dapat mengembangkan gagasan-gagasannya.


[1] Muhammad Ali Sayis, Tarikh fal-Fiqh Islamy (Beirut:Dar al-kutub al-Ilmiyah,1990)Cet1,hal7

[2] Elias, Modern Dictionery Arabic-English, AR Egypt, 1976, h.34

[3] Ibid

[4] Muhammad Salam Madkur, Al Madhal Li al fiqh al Islam.( Cairo : Dar an Nadhah Islamiyah)

[5] Elias , op. cit, h.511

[6] Umar Sulaiman al-Asygar, Tarikh al-Fiqh al- Islamy, (Amman:Dar al-Nafais,1991), h.21

Tinggalkan komentar